Sabtu, 05 Oktober 2013

0 Cerpen Di Tilang Polisi Karena Ikut-ikutan

Share |


Kamis pagi rasanya malas sekali untuk datang ke kampus karena seharusnya Boy hari ini libur tidak ada jam mata kuliah, tetapi karena ada suatu tugas mata kuliah Manajemen Audit yang harus Boy dan teman-teman kerjakan. Maka kelompoknya sepakat untuk mengerjakannya pada hari Kamis walaupun Boy sendiri sebenarnya tidak setuju. Karena keterbatasan waktu mau tidak mau Boy pun harus menurutinya.

Pagi itu, Boy dengan raut muka yang masih sedikit mengantuk setelah selesai sarapan langsung bergegas untuk berangkat ke kampus dengan sebuah sepeda motor yang biasa digunakannya untuk pergi. Walaupun sebenarnya motor Boy sudah tidak nyaman untuk digunakan, lagi-lagi karena terpaksa Boy harus menggunakannya. Selain untuk menghemat biaya perjalanan juga waktu yang lebih efektif daripada menggunakan angkutan umum yang membutuhkan waktu sekitar 2 - 2,5 jam untuk sampai di kampus.

Seperti biasa Boy berangkat dari Pulo Gadung ke Ciputat melewati rute Uki – Pasar Kramat Jati – Pasar Rebo - Simatupang. Saat Boy baru sampai di Uki, Boy merasa heran Kenapa setiap pagi Jalan yang di lewatinya sebelum lampu merah arah PGC di blokir dan diarahkan untuk memutar balik, tetapi untuk jalan busway tidak di blokir. Tanpa melihat rambu-rambu lalu lintas yang terpasang di pinggir jalan Boy memperlambat laju motornya.

Di depan matanya, Boy melihat sekelompok pengendara motor lain yang terdiri dari beberapa orang  menerobos jalan melewati jalan busway yang tidak di blokir.  Tanpa fikir panjang mungkin memang harus melewati jalan busway tersebut dan lagipula ada beberapa pengendara motor lain yang juga melewatinya sehingga Boy fikir tidak apa-apa. Kemudian Boy mengikutinya di paling belakang.

Saat itu juga tiba-tiba beberapa polisi menunjukan dirinya dan menghentikan pengendara-pengendara motor lain di depan matanya.

“Celakaaa...”

Boy berkata dalam hatinya dan seketika itu juga badannya menjadi gemetar dan lemas bagaikan bertemu dengan hantu di siang bolong. Motor Boy pun ikut diberhentikan oleh polisi-polisi tersebut. Dan datang kepadanya seorang polisi.

“Selamat siang, Mohon tunjukan STNK saudara...”

Kemudian Boy merogoh kantong celananya untuk mengambil dompet dan memberikan STNK nya kepada polisi tersebut.

“Ini pak STNK nya...”

Kemudian Polisi tersebut memberikan perintah layaknya komandan pemimpin barisan untuk semua pengendara motor tadi menepi di pinggir jalan. Dan saat itu juga hati Boy  sedang panik karena sebenarnya juga Boy belum memiliki SIM. Seorang polisi berkata kepadanya :

“Kamu kesana sama bapak yang itu..”

Dengan menunjukan tangan nya kepada petugas polisi lain.

Boy turun dari motornya dan mendatangi seorang polisi yang ditunjuk tadi sambil menuntun motornya.
Boy kemudian dihadapkan berbagai pertanyaan oleh polisi tersebut layaknya seorang penjahat yang sedang di investigasi.

“Ada apa Pak ?” Boy bertanya kepada polisi tersebut.

“Kenapa saudara menerobos masuk jalan, kan disana sudah ada blokir..”

“Saya gak tau Pak..!, Saya kira bisa dilewati karena yang jalan busway tidak ada blokirnya dan Cuma ngikutin orang yang di depan saya”

Boy menjawab sesuai apa yang di lihatnya.
Polisi kemudian menunjukan rambu-rambu yang dituju.

“Itu kan disepanjang jalan sebelum jalan ini sudah ada rambu-rambunya, memang saudara tidak melihat ?”
“Wah ni polisi ngeledek Gw Yaa ?” berkata dalam hati Boy. Boy memang kurang memperhatikan rambu-rambu lalu lintas, yang sering dilihatnya adalah arah jalan yang menjunjung tinggi di depan matanya dengan cat hijau.

“Sepertinya kemarin-kemarin jalannya gak di blokir, Pak..!”

“Kemarin kapan ?” Dengan reflek nya polisi tersebut bertanya kembali.

Dengan wajah keheranan disertai expresi bete nya Boy mengemukakan alasan yang ada di benak fikirannya

“Kemarin sore Pak, setiap saya melewati jalan ini perasaan gak pernah di blokir. Emang ada apa ko pake di blokir segala?”

“Blokir itu sudah lama ada. Saudara jangan bilang kok kenapa di blokir ? peraturan ini sudah ada sejak zaman Pak SBY jadi presiden. Sepanjang jalan kan sudah ada rambu-rambu peringatannya. Dari jam 6 pagi sampai jam 10 siang jalan ini di blokir.”

Dengan suara yang jelas dan nada santai polisi tersebut menjelaskan apa arti dari rambu-rambu yang terpasang di pinggir jalan tersebut.

“Owh gitu yaa Pak, berarti kalau sore bisa dilewatin.”

Dengan pasang muka pura-pura bego Boy menanggapi penjelasan dari polisi tersebut.
Kemudian polisi tersebut menanyakan SIM kepada Boy :

“Saudara punya SIM ?”

“Gak punya Pak..!”

Sambil berkata dalam hatinya: “mampuss dah Gue kena Skak Ster” dan berfikir berapa uang yang harus dikeluarkannya nanti untuk membebaskannya dari tilang.

“Kenapa saudara tidak punya SIM ?” polisi tersebut bertanya.

Dengan 1001 alasanya Boy menjawab dan memang Boy pernah mengikuti pembuatan SIM tetapi gagal dalam ujian tulisnya karena dinyatakan tidak lulus.

“Lagi buat Pak, Kemarin ujian tulisnya gak lulus...”

“Saudara nembak saja, paling mahal di daerah Jakarta buat SIM Rp450 ribu.” Polisi tersebut mengusulkan.

“Iyaa Pak nanti saya minta tolong saudara dibuatin SIM, Cuma belum ada waktunya.”

Boy menanggapi usulan tersebut dan berniat dalam hatinya ingin cepat-cepat memiliki SIM karena selama ini saat pergi kemana-mana terutama melewati jalan-jalan utama selalu dihinggapi perasaan was-was bila melihat polisi di jalan.

“Saudara harus punya SIM bila ingin pergi kemana-mana, nanti bisa kena razia.” Dengan suara tegasnya polisi tersebut memberi peringatan kepada Boy.

“Iyaa Pak pastii...”  jawab Boy dengan nada meyakinkan.

“Sekarang saudara maunya gimana ?” Polisi tersebut bertanya kembali.

Dengan nada santai Boy menjawab dan berkata dalam hatinya “palingan lue mau minta duit kan.”

“Damai ajalah Pak kalo bisa dimaafin.”
“Saudara tau di dalam peraturan tidak membawa SIM dikenakan sanksi denda satu juta rupiah. Saya bukan menakut-nakuti saudara.”

Kemudian polisi tersebut mengeluarkan selembar kertas yang berisi peraturan lalu lintas dan sanksinya, dan menunjukan kertas tersebut kepada Boy.

“Saudara lihat, disini tertulis tidak membawa SIM dikenakan denda satu juta rupiah. Ini peraturan dari pengadilan bukan kami yang buat-buat.”

Dengan nada yang meyakinkan polisi tersebut menjelaskan kepada Boy perihal sanksi yang seharusnya dikenakan kepadanya. Kemudian Boy tercengak sejenak karena melihat jumlah denda yang segitu banyaknya.
 
“Akh masa sich, Pak ?” 

Dengan nada santai dan sedikit tertawa  karena melihat sanksi yang menurutnya terlalu lebai. Berkata dalam hatinya : “Gila nih polisi mau ngerampok Gue yaa Lue..!”

“Yah segitu mah saya gak punya Pak, ini aja motor boleh minjem. Seadanya aja deh Pak..”

Dengan nada memelas berharap agar polisinya gak ngotot dan padahal memang itu motor ayahnya. Hanya untuk menambah meyakinkan polisi tersebut maka Boy berkata kepada polisi tersebut dengan istilah pinjam.

“Yauda Rp60 ribu.”
“Gak ada Pak, Suerr. . .”  Kemudian Boy mengeluarkan dompetnya yang berisi hanya recehan untuk meyakinkan kembali polisi tersebut.

“Tuh Pak, gak ada lagi.”
“Itu uangnya jangan terlalu diperlihatkan di depan umum.” Polisi tersebut memberitahu Boy.

“Iyaa Pak..!” Berkata dalam hatinya : “Malu ya Lue kalo ketauan lagi malak.”

Kemudian Boy memberikan uang Rp30 ribu kepada polisi tersebut. Dan STNK nya dikembalikan.

“Ini STNK nya..” Polisi tersebut mengembalikan STNK milik Boy.
Kemudian Boy pergi dan menaiki motornya. Dan saat ingin menghidupkan motornya tiba-tiba kunci motornya tidak ada di saku kantong celananya.

“Waduh Kunci Gue lari kemana nih ?”
Dengan perasaan yang panik lagi Boy melihat-lihat di sekeliling motor sambil mencarinya. Kemudian Boy datang lagi kepada polisi yang tadi untuk mencari kunci motornya :

“Pak, lihat kunci motor saya ?”

“Gak tau saya. Mungkin jatuh di jalan.” Polisi tersebut menjawab.

Kemudian Boy mencarinya di sepanjang jalan yang di lewatinya tadi, akan tetapi tidak menemukannya dan berkata dalam hatinya : “Sial banget dah hari ini, mimpi apa yaa Gue semalem ?”. Boy kembali lagi kepada polisi yang tadi :

“Pak tadi waktu ngasih STNK ada kuncinya gak ?”

“Ya gak ada, buat apa saya kunci motor. Coba cari lagi mungkin keselip di dalam tas saudara.” Polisi tersebut menjawab.

Kemudian Boy coba mencari di dalam tas dan bukunya, tetapi tidak menemukannya. Namun ketika Boy periksa meraba-raba jaketnya ternyata kunci itu ada di saku depan jaketnya.

“Alhamdulillah ketemu...” Kemudian Boy menghampiri polisi tadi.

“Pak, sudah ketemu kuncinya...” dengan sedikit tersenyum dan menahan perasaan malu.

Kemudian Boy melanjutkan kembali perjalanan menuju kampus dengan rasa bete yang ditahannya. Karena sebenarnya Boy gak ikhlas memberikan uang Rp30 ribu hanya karna salah jalan akibat ikut-ikutan pengendara motor yang di depannya. Akhir cerita Boy pun sampai di kampus tidak ada masalah begitu juga pulang dari kampus di perjalanan aman dan tidak ada masalah lagi.

By : http://cobacarisini.blogspot.com

Artikel Yang Berkaitan

0 komentar:

Posting Komentar